Jumat, 04 Desember 2009

Denpasar Perlu Balai Budaya

Lahan bekas pusat pemerintahan Badung di Lumintang Denpasar saat ini ''diperebutkan'', dalam arti Gubernur Bali menginginkan lahan tersebut akan dibangun mall atau swalayan. Pembangunan tersebut mengundang pro dan kontra.

Saya pantau lewat media kebanyakan warga yang tidak setuju dengan ide Gubernur Bali Mangku Pastika tersebut karena di Denpasar sudah terlalu banyak ada swalayan dan sejenisnya. Konon katanya Denpasar menyandang predikat kota budaya, tapi rupanya belum tampak tanda-tanda yang mana budayanya. Lebih tepat disebut kota pahlawan dan seribu toko. Karena di setiap perempatan dipajang patung pahlawan.

Saya bukannya tidak setuju adanya patung pahlawan itu tapi untuk yang akan datang pajanglah di lokasi-lokasi strategis patung yang ada nilai budayanya, seperti patung tarian daerah Bali, patung tokoh-tokoh seniman yang pernah mengharumkan nama Bali atau Denpasar.

Saya punya usul lahan bekas Puspem Badung di Lumintang itu sebaiknya dibangun pasar seni atau Balai Budaya sebagai pusat pertemuan para seniman, budayawan dan pengrajin. Di sudut-sudut tertentu dipajang patung tokoh-tokoh budayawan, seniman, semisal Ida Bagus Mantra, raja-raja Bali yang nyeniman dan lain-lain.

Gedung atau balai budaya ini bisa untuk ajang pameran seni rupa dan pengrajin. Sebagai lahannya untuk parkir, taman rekreasi, toko penjual suvenir, panggung mini untuk pementasan kesenian dan tempat penjual makanan/minuman perlu diperhitungkan. Bukan untuk menyaingi taman budaya atau Art Center milik Provinsi Bali itu namun guna meramaikan khasanah seni budaya Denpasar yang berpredikat kota budaya.

Lahan di Lumintang itu lokasinya strategis dengan tersedianya lahan parkir yang memadai ketimbang di Taman Budaya Denpasar.


Sumber :

I Wayan Beratha Yasa, Br. Langon, Kapal, Mengwi, Badung

http://balipost.com/mediadetail.php?module=detailberitaindex&kid=32&id=24709

16  November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar