Jumat, 04 Desember 2009

Sejarah dan Belanja di Denpasar City Tour

Denpasar sebagai Ibukota Provinsi Bali sejak 1999 lalu menawarkan perjalanan wisata kota atau city tour yang mengajak para tamu menelusuri berbagai museum, puri hingga pasar kerajinan rakyat.

Banyaknya animo wisatawan baik asing maupun domestik terhadap program tersebut, mendorong Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Kota Denpasar akan mengembangkan obyek kunjungan lain. Ketika diperkenalkan pertama kali, hanya 10 obyek kunjungan city tour yaitu Taman Budaya (Art Centre), Museum Bali, Museum Le Mayeur, Lingkungan Prasasti Blanjong, Lingkungan Pura Maospahit, Pasar Badung-Kumbasari, Pasar Kreneng, Pantai Sanur, Pulau Serangan dan Taman Festival Bali yang sudah tutup.

Sejumlah obyek yang kini mulai dikembangkan antara lain Pura Jaganatha, Pura Penambangan Badung, Pura Puseh Kesiman Petilan, Pura Desa Denpasar, Puri Satrya, Puri Jro Kuta, Puri Kesiman, Puri Pamecutan, Pasar Burung Satrya, kawasan Padanggalak, Pelabuhan Benoa, kawasan Penatih Lestari, Monumen Perjuangan Rakyat Bali (MPRB), dan Museum Sidik Jari.

Menurut Kadis Pariwisata Denpasar Putu Budiasa, setiap bulan ribuan wisatawan mengunjungi berbagai obyek wisata di Denpasar. Pada Agustus 2007, katanya, kunjungan mencapai 12.273 dan bulan sebelumnya 17225 orang. Museum dan pasar tradisional masih menjadi tujuan favorit. Bahkan, Pasar Kumbasari sebagai pusat penjualan kerajinan yang kini masih dalam penataan paskakebakaran beberapa waktu lalu pun masih menjadi daya tarik utama.

Berbagai obyek wisata city tour tersebut lokasinya berdekatan dan bisa ditempuh dengan berbagai cara. ”Bisa dengan mobil, motor, sepeda, dokar atau bahkan jalan kaki,” lanjut Putu Budiasa. Terlebih Pemkot kini membuat area pedistrian di sepanjang Jalan Gajah Mada, di seputaran Lapangan Puputan Badung dimana juga terletak Museum Bali dan Pura Jaganatha, serta sejumlah kawasan lain. ”Pejalan kaki akan dibuat nyaman berkeliling kota,” katanya.

Biaya masuk ke berbagai museum terbilang murah, Rp 2000 untuk dewasa dan anak-anak hanya membayar Rp 1.000. Setiap museum buka Senin – Jumat pukul 08.30 – 17.00 Wita, dan Sabtu – Minggu dari 09.00 – 17.00 Wita. Sementara Pasar Kumbasari yang menjual aneka suvenir seperti gelang, kalung, tas, baju, hiasan dinding, patung, dan sebagainya tutup pukul 18.00 Wita. Namun pasar tradisional lain yakni Pasar Badung yang hanya berbatas sungai dengan Pasar Kumbasari, aktivitasnya 24 jam.

Konon, kata Budiasa, pulau dengan seribu pura ini menjadi salah satu basis perjuangan melawan Belanda. Beberapa pertempuran besar terjadi di ranah Bali diantaranya tahun 1849 pecah Perang Jagaraga di Buleleng dan Perang Kusamba di Klungkung, 1906 terjadi perang Puputan Badung dan dua tahun berikutnya perang Puputan Klungkung. Terakhir Perang Puputan Margarana di Tabanan tahun 1946 yang dipimpin Letkol I Gusti Ngurah Rai (salah satu Pahlawan Nasional, red).

MPRB dibangun untuk mengingat jasa para pejuang tersebut. Berlokasi di depan Kantor Gubernur Bali, areal Nitimandala, Renon, MPRB diresmikan 14 Juni 2003. Bentuk bangunanya menyerupai bajra (genta) yang menjulang hingga ketinggian 45 meter. Berbagai konsep tradisi Bali seperti Tri Mandala, Tri Angga, Lingga (lambang laki-laki) dan Yoni (perempuan) teradopsi oleh bangunan ini.

Selain menjual keunikan bangunan, MPRB menampilkan 33 diorama berukuran 2 x 3 meter yang menggambarkan proses kehidupan masyarakat Bali mulai dari Masa Prasejarah, Masa Bali Kuno, Masa Bali Madya dan masa Perjuangan Kemerdekaan. Pembuatan diorama mempergunakan boneka menyerupai manusia, binatang, tumbuhan dan peralatan.

Pengetahuan sejarah kehidupan masyarakat Bali akan semakin lengkap dengan meneruskan kunjungan ke Museum Bali, sekitar 1 Km dari MPRB. Di Museum ini, pengunjung bisa melihat benda-benda budaya dari zaman prasejarah hingga sekarang. Kesemuanya mencerminkan unsur kebudayaan Bali yang terdiri dari koleksi arkeologika, historika, seni rupa dan ethnografika. Masih satu areal dengan Museum Bali, kunjungan wisata bisa berlanjut ke Pura Jaganatha. Pura agung ini menjadi tempat bersembahyang ribuan umat Hindu (pamedek) pada saat-saat tertentu, terutama warga Denpasar.

Berbicara sejarah, kurang lengkap bila tak berkunjung ke Museum Le Mayeur yang terletak di Pantai Sanur, 30 meter sebelah Utara Hotel Bali Beach. Museum ini menjadi salah satu bukti lembaran sejarah proses mendunianya kawasan Sanur. Sebutan Le Mayeur diambilkan dari nama seorang pelukis terkenal asal Brussel, Belgia, Adrean Jean Le Mayeur de Merpres.

Sebanyak 25 karya dari bahan hardboard, 6 buah bermedia triplek, 7 buah dari kertas dan 22 lainnya merupakan karya di atas bahan bagor (karung plastik). Selain buah karyanya selama di Sanur, beberapa lukisan merupakan hasil pengembaraannya di negara lain. Dengan membayar tiket Rp 2000 saja, pengunjung juga bisa menyaksikan perabot rumah tangga, buku-buku, sejumlah patung dan tentunya nuansa keasrian Sanur tempo dulu.

”Itu salah satu rute city tour yang selama ini diagendakan sejumlah biro perjalanan,” imbuh Putu Budiasa. Bila menginginkan suasana alam, katanya, tamu bisa diajak ke Pulau Serangan, kawasan Hutan Mangrove, atau Pantai Sanur.

Menyambut tahun kunjungan wisata 2008, Disparda Denpasar juga sedang mempersiapkan kegiatan menarik berupa Puputan Badung Carnival dan Gajah Mada Festival. ”Yang satu menonjolkan Denpasar tempo dulu, sedang satunya lagi lebih ke perniagaan dimana kawasan Gajah Mada merupakan cikal bakal perniagaan di Bali khususnya Denpasar,” pungkasnya.

Sumber :
Swastinah Atmodjo
http://www.balebengong.net/topik/budaya/2008/01/13/sejarah-dan-belanja-di-denpasar-city-tour.html
13 Januari 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar